Pages

Selasa, 08 Mei 2012

LEARNING DISABILITIES

A.    PENGERTIAN KESULITAN BELAJAR (LEARNING DISABILITIES)
Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “learning disability” yang memiliki arti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan ”kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Kesulitan belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak atau DMO (Prasetya, 2011).

The Nasional Joint Committee Learning Disabilities (NJCLD), mendefinisikan kesulitan belajar sebagai sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan nyata; dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan, untuk mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, berhitung, berbahasa, sampai kepada kemampuan persepsi motorik.
Dari berbagai pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesulitan belajar (Learning Disabilities) adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi dan usaha yang dilakukan.
Kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu (Abdurrahman, 2003):
  1. Gangguan internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu sendiri.
  1. Kesenjangan antara potensi dan prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa di antaranya di atas rata-rata.Namun demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah.Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya.
  1. Tidak adanya gangguan fisik dan/atau mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau mental.
Secara garis besar, kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu: (1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
  1. Kesulitan Belajar Perkembangan
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial.
a.       Kesulitan Berbahasa (Disphasia)
Kesulitan dalam berbicara atau berbahasa ini, sering menjadi indikasi awal bagi kesulitan belajar yang dialami anak.Tanda kesulitan ini, lebih banyak dipengaruhi oleh ketidakseimbangan kognitif. Membedakan bunyi wicara, pembentukan konsep, memahami dan transformasi semantik, mengklarifikasi kata, kemampuan menilai, produksi bahasa, sampai pada proses pragmatik dan memori.Berdasarkan definisi gangguan ini, maka kita dapat meringkas ciri-ciri spesifiknya, sebagai berikut:
·         Keterlambatan dalam hal pengucapan bunyi bahasa
Anak atau siswa yang mengalami gangguan ini biasanya mengalami masalah dalam hal pengucapan sesuatu dengan tepat. Sebagai contoh, pada umur 6 tahun Atik masih mengucapkan kata “lakus” yang seharusnya berbunyi “rakus” dan “lesah” untuk “resah”. Keterlambatan perkembangan pengucapan, sebenarnya sesuatu yang umum terjadi. 10% anak di bawah usia 8 tahun mengalami kesulitan ini. Untungnya, kesulitan pengucapan dapat diatasi sepenuhnya dengan mengikuti terapi bicara (wicara).
·         Keterlambatan dalam hal mengekspresikan pikiran atau gagasannya melalui bahasa yang baik dan benar
Sebagian anak yang menderita kesulitan berbahasa (disphasia), biasanya juga mengalami kesulitan dalam mengekspresikan dirinya saat bicara.Kesulitan semacam ini disebut juga keterlambatan kemampuan untuk berbahasa dengan baik dan benar. Tetapi tentu saja gangguan perkembangan berbahasa ini dapat timbul dalam wujud yang lain. Sebagai contoh, seorang anak berumur 4 tahun yang hanya dapat mengucapkan dua frase saja, dan seorang anak lain yang telah berusia 6 tahun tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang sederhana sekalipun, dapat pula digolongkan sebagai anak yang mengalami kesulitan dalam hal berbahasa.
·         Keterlambatan dalam hal pemahaman bahasa
Sebagian anak atau siswa, menemui kendala dalam mencerna apa yang diucapkan orang lain (baik gurunya sendiri, teman atau orang tuanya). Kendala ini terjadi ketika otak mereka berada pada frekuensi yang berbeda, dan sistem penerimaannya sedang tidak berfungsi atau lemah.Sebagai contoh, seorang anak yang tidak mampu merespon ketika namanya dipanggil, atau seorang siswa ketika di kelas yang memberikan penggaris ketika Anda meminta pensil padanya.Hakekatnya, pendengaran mereka normal tetapi tidak dapat memberikan respon yang baik danbenar terhadap suara, kata-kata, atau kalimat yang didengar. Mereka tampaknya tidak memperhatikan apa yang orang lain katakan pada mereka. Hal ini terjadi, karena mengucapkan atau mengekspresikan sesuatu dan memahami apa yang dikatakan orang lain memiliki keterkaitan yang sangat erat. Karenanya, orang yang mengalami masalah dalam memahami bahasa juga mengalami masalah dalam mengekspresikannya.
Terlepas dari apapun, bahasa adalah produk mekanisme saraf dalam otak, terutama kulit otak manusia.Bahasa memungkinkan manusia keluar dari tahap insting ke tahap refleksi dan makna.Ia tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, bahasa juga menjadi alat berpikir.
Selanjutnya, pada 1860 Paul Broca menemukan bahwa adanya kerusakan pada daerah tertentu diotak (dikemudian hari lokasi ini disebut area broca) menimbulkan kesulitan berbicara, yang disebutnya afasia ekspresif atau afasia motorik.Betul si pembicara dapat berbicara, tetapi kata-katanya hampir tanpa makna. Kurang dari lima belas tahun kemudian, pada 1874, Carl Wernicke seorang peneliti bangsa Jerman, menemukan adanya kerusakan pada daerah tertentu di otak (di kemudian hari lokasi itu di kenal sebagai daerah wernicke) yang dapat membuat seseorang kesulitan untuk berbahasa. Jika daerah ini rusak, ucapan orang lain masih dapat di dengar, demikian juga huruf-huruf masih dapat dibaca, tetapi semua informasi itu tidak dapat dimengerti. Manusia ini juga dapat berkata-kata, bahkan dengan artikulasi yang baik. Namun, kata-kata yang diucapkan tidak bermakna sama sekali, kata-kata yang dipakainya pun sering salah. Kerusakan pada daerah ini disebut afasia reseptif atau afasia sensoris.
b.      Gangguan Motorik (dispraksia)
Gangguan motorik adalah gangguan pada integrasi auditori-motor (clumsy) yang ditandai dengan gangguan motorik kasar; aktivitas berjalan, balok keseimbangan, motorik kasar, loncat, lari cepat, stand up dan lain sebagainya. Gangguan motorik halus; melempar, menangkap, melipat, menempel.Serta gangguan penghayatan dan kesadaran tubuh, laiknya ekspresi wajah, permainan pantomim, menunjuk bagian tubuh dan lain-lain.
Cara kerja motorik manusia, menurut Richard Haier, guru besar saraf dari Universitas California di Irvine, lebih banyak difungsikan oleh daerah lymbic temporal (pada pria) dan cyngulata gyrus (pada wanita).Sehingga, anak atau individu bisa mengalami gangguan dispraksia, bila terjadi ketidakseimbangan diantara keduanya.Disamping pola kreativitas, penyembuhan, pemecahan masalah, sampai kepada menikmati hubungan yang sempurna, yang sepenuhnya ada pada kerja otak kanan.

c.       Gangguan Persepsi (dispersepsi)
Persepsi adalah pekerjaan otak. Bila sensasi (masuknya impuls atau informasi melalui panca indra), terjadi pada ujung-ujung saraf, maka persepsi terjadi pada pusatnya, di otak. Mungkin ini pekerjaan paling berat dari otak, karena persepsi membentuk pikiran dan cara berpikir. Komponen paling penting dari berpikir adalah mempersepsi. Otak tidak saja mempersepsi informasi yang masuk via panca indra (artinya, objek itu betul-betul ada), tetapi juga untuk objek yang tidak ada, di sini dan pada saat ini. Otak, melalui sel kerja saraf, sirkuit saraf dan neurontransmiter “menangkapnya” untuk dipahami (dipersepsi).
Ketika individu mendengar suara maka yang terlibat adalah mulai dari saraf pendengaran (saraf VIII, saraf auditoris), area pendengaran di kulit otak dua sisi kepala, daerah-daerah pemahaman bahasa, daerah asosiasi, daerah motoris dan persarafan di permukaan tubuh. Inilah cara kerja otak manusia sampai kepada persepsi yang dibakukan.
Dapat diasumsikan, jika mekanisme otak diatasada salah satu yang terlewati dari kerja otak individu, maka hampir dipastikan dia sedang mengalami gangguan dalam mempersepsi, baik persepsi visual dan auditori.

d.      Attention Deficit Hiperaktivity Disorder (ADHD)
Attention Deficit Hiperaktivity Disorder (ADHD), didefinisikan sebagai anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian, tidak dapat menerima implus-implus dengan baik, suka melakukan gerakan-gerakan yang tidak terkontrol, dan menjadi lebih hiperaktif. Adapun kriteria anak hiperaktif pada masa sekolah adalah sebagai berikut:
·         Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian (defisit dalam pemusatan perhatian), sehingga anak tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara baik,
·         Jika di ajak bicara siswa hiperaktif, tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis terhadap lawan bicaranya),
·         Mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar dirinya,
·         Tidak dapat duduk tenang walaupun dalam batas waktu lima menit dan suka bergerak serta selalu tampak gelisah,
·         Sering mengucapkan kata-kata spontan (tidak sadar dan cenderung negatif),
·         Sering melontarkan pertanyaan yang tidak bermakna kepada guru selama pelajaran berlangsung,
·         Tidak mengikuti petunjuk atau gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah (sering tidak mengerjkan PR, ulangan harian tugas atau takut mengahadapi ujian),
·         Sering menghindar, tidak suka atau enggan terlibat dalam pekerjaan sehari-hari yang dinilai membebani.

e.       Gangguan Memori (dismemory)
Penderita kesulitan belajar juga mengalami kesulitan dalam mengingat.Mereka memiliki kesulitan dalam mengolah informasi sehingga dapat disimpam dalam memori jangka panjang. Sebagai contoh, siswa penderita keterlambatan balajar akan “belajar” dengan menatap buku catatan atau membaca daftar kata-kata sukar terus-menerus, di mana hal ini merupakan strategi belajar yang kurang efektif. Akibatnya, kesulitan dalam mengingat juga akan berpengaruh pada memori jangka panjang seseorang ketika ia harus menemukan serta mengingat hal dalam waktu singkat.
f.       Gangguan Metakognis (dismetakognition)
Penderita kesulitan belajar, juga memiliki peluang untuk menderita kelemahan dalam bidang metakognisi, yakni kesadaran tentang bagaimana individu berpikir serta memantau apa yang dipikirkannya. Hasil riset menyatakan bahwa penderita kesulitan belajar yang tidak mengetahui strategi kognitif efektif agar sanggup menerima, mengolah, menyimpan, serta memperlihatkan bahwa ia mengalami suatu informasi. Kelemahan dalam bidang ini pada akhirnya, akan memengaruhi kemampuan mereka untuk menerapkan suatu strategi dalam tempat serta waktu yang tepat. Demikian halnya dengan keahlian mereka dalam memilih serta memantau penerapan strategi itu.
  1. Kesulitan Belajar Akademik
Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan.
a.       Kesulitan Membaca (Disleksia)
Bryan & Bryan (dalam Abdurrahman, 1999: 204), menyebut disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala sesuatau yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa.Sedangkan, menurut Lerner seperti di kutip oleh Mercer (1979: 200), mendefinisikan kesulitan belajar membaca sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada adanya gangguan fungsi otak.
Myklebust & Johnson, menyebutkan ciri anak disleksia:
·         Mengalamikekurangan dalam memori visual dan auditoris, baik memori jangka pendek (short time memory) dan jangka panjang (long time memory);
·         Memilikimasalah dalam mengingat data, seperti mengingat hari-hari dalam seminggu;
·         Memilikimasalah dalam mengenal arah kiri dan kanan;
·         Memilikikekurangan dalam memahami waktu;
·          Jikadiminta menggambar sering tidak lengkap;
·         Miskindalam mengeja;
·         Sulitdalam menginterpretasikan globe, peta atau grafik;
·         Kekurangandalam koordinasi dan keseimbangan;
·         Kesulitandalam belajar berhitung; dan
·         Kesulitandalam belajar bahasa asing.
Pada kenyataannya, kesulitan membaca dialami oleh 2-8% anak sekolah dasar. Sebuah kondisi, dimana ketika anak atau siswa tidak lancar atau ragu-ragu dalam membaca; membaca tanpa irama (monoton), sulit mengeja, kekeliruan mengenal kata; penghilangan, penyisipan, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, dan membaca tersentak-sentak, kesulitan memahami; tema paragraf atau cerita, banyak keliru menjawab pertanyaan-yang terkait dengan bacaan; serta pola membaca yang tidak wajar pada anak.
b.      Kesulitan Menulis (Disgrafia)
Menulis juga memerlukan koordinasi berbagai bagian dan fungsi otak.Bagian-bagian otak yang mengatur perbendaharaan kata, tata bahasa, gerakan tangan, dan ingatan harus berada dalam kondisi serta koordinasi yang baik.Permasalahan dalam hal ini, dapat mengakibatkan gangguan dalam kemampuan menulis siswa.Jenis kesulitan ini ditandai dengan anak kerepotan menulis dengan tangan, tulisan sangat jelek, terbalik-balik, dan sering menghilangkan atau malah menambah huruf.
Aktivitas menulis, sebenarnya lebih banyak digerakkan oleh kerja otak kiri (left himespher), begitu juga pengenalan huruf, kata, linier dan angka, yang menghasilkan produk berpikir rasional. Bila pemungsian otak kiri dilakukan dengan baik (dengan banyak berlatih, atau senam otak), dan tidak ada tanda-tanda patologis, hampir dapat dipastikan bahwa kesulitan menulis tidak akan terjadi pada anak.

c.       Kesulitan Berhitung (Diskalkulia)
Dalam hal ini, anak sulit dalam memahami simbol matematika dan dialog operasional hitung.Misalnya, tanda tambah (+), dilihat sebagai tanda kali (×). Atau ketika ditanya berapa hasil lima dengan lima, meskipun mereka menjawab dengan benar,yakni 25 tetapi dalam menuliskannya salah. Bukan angka 25 yang ditulis, tetapi 52; begitu seterusnya.
Berhitung melibatkan pengenalan angka-angka, pemahaman berbagai simbol matematis, mengingat berbagai fakta seperti tabel perkalian, dan pemahaman konsep-konsep abstrak seperti nilai tempat dan pecahan.Hal seperti ini mungkin terasa sulit bagi anak-anak penderita diskalkulia.Masalah dengan angka-angka atau konsep dasar sepertinya datang sejak awal.Sedangkan, masalah yang berhubungan dengan matematika yang baru terjadi pada kelas-kelas terakhir lebih sering berkaitan dengan logika.

B.     FAKTOR-FAKTOR
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono dalam bukunya menjelaskan bahwa faktor penyebab kesulitan belajar meliputi:
1.      Faktor Intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri ) yang meliputi:
a.       Faktor fisiologi
Ø  Karena Sakit
Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga sarafsensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang diterimamelalui indranya tidak dapat diteruskan ke otak. Lebih- lebih sakitnya lama,sarafnya akan bertambah lemah.
Ø  Karena kurang sehat
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudahcapek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang kurang semangat,pikiran terganggu. Karena hal- hal tersebut maka dalam penerimaanpelajaran pun kurang karena saraf otak tidak mampu bekerja secara optimalmemproses, mengelola, menginterpretasi dan mengorganisasi bahasa pelajaran melalui indranya. Oleh karena itu, seorang guru atau petugasdiagnostik harus meneliti kadar gizi makanan dari anak.
Ø  Karenacacat
Cacat tubuh dibedakan atas:
·         Cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatandan gangguan psikomotor.
·         Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, hilang tangandan kakinya.
b.      Faktor psikologi
Ø  Inteligensi
Inteligensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir yangmemungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Dalamhubungannya dengan anak didik, hal ini sering dikaitkan dengan berhasiltidaknya anak dalam belajar di sekolah.Anak yang IQ-nya tinggi dapatmenyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Semakin tinggi IQseseorang akan makin cerdas pula. Mereka yang mempunyai IQ kurangdari 90 tergolong lemah mental (mentally defective).Anak inilah yangmengalami kesulitan belajar.
Ø  Bakat
Bakat adalah kemampua potensial yang dimiliki oleh seseorang untukmencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap individumempunyai bakat yang berbeda- beda. Bakat dapat mempengaruhi tinggirendahnya prestasi belajar anak didik. Seseorang akan mudahmempelajari sesuatu sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harusmempelajari bahan yang lain dari bakatnya akan cepat bosan, mudahputus asa, tidak senang. Hal- hal tersebut akan tampak pada anak yangsuka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau belajar sehingganilainya rendah.
Ø  Minat
Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbulkesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuaidengan bakat nya, tidak sesuai dengan kebutuhannya, tidak sesuai dengankecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus anak banyakmenimbulkan problem pada dirinya. Karena itu pelajaran pun tidakpernah terjadi proses dalam otak, akibatnya timbul kesulitan belajar.
Ø  Motivasi
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari,mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baiktidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinyaakan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang besarmotivasinya akan giat berusaha, tampak gigih, tidak menyerah, giatmembaca buku untuk meningkatkan prestasinya. Sebaliknya merekayang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa,perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran, suka mengganggu kelas, seringmeninggalkan pelajaran akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar.
2.      Faktor ekstern
a.       Faktor keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama.Keluargajuga merupakan salah satu penyebab kesulitan belajar. Yang termasukdalam faktor keluarga ini adalah:

Ø  Orang tua
Kewajiban dari orang tua adalah mendidik anaknya. Orang tua yangkurang/ tidak memperhatikan pendidikan anaknya, mungkin acuh takacuh, tidak memperhatikan kemajuan belajar anak- anaknya akanmenjadi penyebab kesulitan belajarnya. Hubungan antara orang tuadengan anak juga harus harmonis.Karena hal ini juga membantukeberhasilan dalam belajar mereka.
Ø  Suasana rumah / keluarga
Suasana rumah yang ramai atau gaduh tidak mungkin membuat anakakan dapat belajar dengan baik. Anak akan terganggu konsentrasinya,sehingga sukar untuk belajar. Oleh karena itu suasana rumah harusdibuat menyenangkan, tentram, damai dan harmonis.
Ø  Keadaan ekonomi keluarga
Biaya merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsunganpendidikan anak.Misalnya untuk membeli peralatan sekolah sepertibuku, pensil dan lain sebagainya. Karena kurangnya biaya makapendidikan mereka juga akan terhambat.
b.      Sekolah
Sekolah merupakan salah satu tempat anak- anak dalam menuntut ilmu.Unsur- unsur yang ada didalamnya pun juga berpengaruh dalamkeberhasilan belajar siswa.Diantaranya guru, sarana/ prasarana, kondisigedung sekolah, kurikulum yang digunakan, waktu yang kurangdisiplin.
c.       Media massa dan lingkungan sosial
Ø  Media Massa
Media massa seperti TV, bioskop, tabloid, komik sangatmempengaruhi proses belajar anak. Semakin seringnya anakmenonton TV/ bioskop, membaca komik dan lain sebagainya, membuat anak akan semakin malas untk belajar.
Ø  Lingkungan sosial
Lingkungan sosial seperti teman bergaul, keadaan masyarakat,pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Halini juga merupakan penyebab anak mengalami kesulitan belajar sertaakan menghambat proses hasil belajar anak.



C.    CIRI-CIRI
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh ciri-ciri yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar.
1.      Sejarah kegagalan akademik berulang kali
Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
2.      Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
3.      Kelainan motivasional
Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4.      Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang
Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
5.      Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga
Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri.
6.      Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap
Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan mental.


7.      Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai
Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar.

D.    GEJALA
Siswa yang mengalami kesulitan belajarakan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif. Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain:
1.      Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2.      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.
3.      Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4.      Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5.      Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6.      Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.

E.     MASALAH
1.      Bidang Pendidikan
Misalnya ditemukan bahwa secara akademik masing-masing siswa memiliki dua ciri-ciri yang menonjol sekaligus. Pertama, ciri-ciri sebagai siswa yang memiliki keunggulan intelektual, dan kedua ciri-ciri sebagai siswa yang mengalami kegagalan dalam belajar akademik. Masing-masing kasus dikenal sebagai anak yang sebenarnya pandai, memiliki pengetahuan umum yang luas, mudah dalam menangkap pelajaran, dan cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik yang diberikan, namun di sisi lain disamping dikenal memiliki kegagalan-kegagalan khusus dalam dalam membaca dan atau menulis, juga cenderung memiliki sikap-sikap belajar yang kurang mendukung upaya pencapaian prestasi yang baik. Seperti, malas, menyepelekan, cepat bosan, kurang memperhatikan pelajaran, semaunya, bahkan sikap penolakan. Akibatnya secara umum prestasinya rendah dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya.
Hal di atas mengandung makna bahwa akumulasi dari keunggulan intelektual dan gangguan-gangguan yang dihadapinya, secara nyata juga berpengaruh negatif terhadap munculnya sikap-sikap belajar yang kurang menguntungkan. Sehingga prestasi belajarnya rendah dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya.
2.      Bidang Sosial
Anak yang mengalami LD terkadang memiliki keunggulan-keunggulan tertentu sebagai pengaruh dari keunggulan intelektualnya, namun secara umum juga dihadapkan pada berbagai masalah antara lain: (1) kurang mampu menyesuaikan diri; (2) hiperaktif, ditunjukkan dengan perilakunya yang tidak bisa diam, sulit diatur, dan kurang pengendalian diri; (3) Kurang matang dalam mengambil keputusan yang ditunjukkan dengan sikapnya yang ingin menang sendiri, terburu-buru, kurang perhitungan, dan tidak sabaran, (4) kurang mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang relatif lama.(5) Dalam rutinitas sehari-hari mereka kurang mampu berinteraksi dengan lingkungan, keluarga, maupun orang-orang disekitarnya.
3.      Bidang Emosional
Anak-anak yang sering tidak dipahami oleh lingkungannya, termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka yang mengalami learning disabilities cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa berkembang dengan benar seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu mereka sering dilecehkan, diejek atau pun mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan. Kehidupan emosinya labil, ditunjukkan dengan kondisi perasaannya yang cenderung sensitif, mudah tersinggung, emosional, dan mudah frustrasi. Anak yang mengalami gangguan belajar rentan untuk memilki masalah psikologis, seperti depresi, kecemasan, kesepian, konsep diri yang buruk dan mungkin  akan berdampak pada kenakalan remaja.
4.      Bidang Ekonomi
Seseorang yang mengalami LD kemungkinan tidak dapat mengikuti perkembangan ekonomi sehingga menyebabkan hajat hidupnya tidak bisa meningkat, bahkan bisa mengalami penurunan.
F.     METODE
Jangan pernah membandingkan antara satu anak dengan yang lainnya, setiap anak berbeda, baik dari segi kecepatan belajar, gaya belajar, maupun pencapaian hasil atau lain-lain yang berhubungan dengan proses anak menyerap ilmu atau pelajaran yang diberikan. \
ü  Rangsang, bukan "ajarkan", anak untuk mengembangkan berbagai aspek kemampuan, terutama kreativitasnya. Persepsikan bahwa sekecil apa pun kreativitasnya adalah hal yang sangat positif, baik buat dirinya maupun lingkungan di sekitarnya.
ü  Tularkan tentang pemahaman-pemahaman moral dan indahnya bersosialisasi di luar lingkup sehari-hari si anak. Ingat, Anda hanya "menularkan", bukan mengajarinya bersosialisasi, saling menghargai, atau menghormati sesama individu. Alhasil, aksi nyata berupa contoh-contoh sikap dan perilaku sangat diperlukan, dan itu semua harus dimulai dari diri Anda sebagai orangtua atau pendidik.
ü  Fokuskan pada proses dan penugasan ketimbang perolehan hasil. Perlu diingat, bahwa hasil yang optimal akan dicapai oleh si anak saat mereka menguasai kemampuan yang memang dibutuhkannya.
ü  Kenali berbagai kebutuhan mereka tersebut lewat aktivitas, hobi, atau kegemarannya. Dari sinilah orangtua atau pendidik mudah mengenali potensi yang dimiliki guna melihat perkembangan yang lebih optimal.

3 comments:

Farman Ode mengatakan...

makasih banyak artikelnya yaa, sangat membantu.....

Unknown mengatakan...

artikel yg bagus

Unknown mengatakan...

artikel yg bagus

Posting Komentar