Pages

Selasa, 08 Mei 2012

UNCERACHIEVER

UNDERACHIEVER

1.        PENGERTIAN
Semiawan (1997: 209) menyebutkan”underachievement adalah kinerja yang secara signifikan berada di bawah potensinya”. Makmun (2001: 274) juga mengungkapkan bahwa yang dimaksud ”underachiever adalah mereka yang prestasinya ternyata lebih rendah dari apa yang diperkirakan berdasar hasil tes kemampuan belajarnya”.


Siswa yang menunjukan prestasi belajar yang rendah biasanya diasumsikan sebagai siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang rendah pula. Intelegensi memiliki hubungan yang erat dengan prestasi belajar siswa sehingga digunakan sebagai alat untuk meramalkan kemampuan yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, tingkat intelegensi dianggap sebagai penyebab utama rendahnya prestasi belajar seorang siswa. Ketika seorang siswa memiliki potensi intelegensi yang tinggi maka dia tidak akan mengalami kesulitan dalam mencapai prestasi di sekolah, namun pada kenyataanya sangat sedikit siswa yang menunjukan prestasi belajar yang sama persis dengan kapasitas yang dimilikinya.
Rimm (Del Siegle & McCoah, 2008) menyatakan bahwa underachiever adalah suatu kondisi di mana siswa tidak dapat menampilkan potensinya. Reis dan McMoach (Robinson, 2006) mendefinisikan underachievement sebagai kesenjangan akut antara potensi prestasi (expected achievement) dan prestasi yang diraih (actual achievement). Menurut Peters & VanBoxtel (1999). underachievement dapat didefinisikan sebagai kesenjangan antara skor tes inteligensi dan hasil yang diperoleh siswa di sekolah yang diukur dengan tingkatan kelas dan hasil evaluasi mengajar dari guru.
Robinson (2006) mengatakan bahwa untuk dapat diklasifikasikan sebagai underachiever, kesenjangan antara potensi dan prestasi tersebut bukan merupakan hasil diagnosa kesulitan belajar (learning disability) dan terjadi secara menetap pada periode yang panjang. Underachiever ini juga tidak dikaitkan dengan adanya perubahan hormonal menjelang remaja. Underachiever adalah orang-orang yang memiliki prestasi tidak sebaik dengan kemampuan yang dimiliki. Siswa underachiever digambarkan oleh Hurlock (Rimm, 1986; Sulistiana, 2009) sebagai siswa-siswa yang prestasi akademiknya berada di bawah kemampuan akademik. Didasari oleh kesulitan untuk menemukan istilah teknis yang baku dalam bahasa Indonesia, maka Moh. Surya (1983; Sulistiana, 2009 : 26) mengidentikkan istilah underachiever dengan istilah siswa berprestasi kurang, yaitu siswa yang memiliki potensi  tergolong tinggi tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah atau di bawah dari seharusnya dapat dicapai. Jadi prestasinya masih kurang dari yang diharapkan dapat tercapai sesuai dengan potensinya.
Natawidjaja (Husein, 1999:1; Sulistiana, 2009)  mengemukakan bahwa  terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal.  Faktor internal dalam belajar adalah faktor-faktor yang ada pada individu yang mencakup intelegensi atau kecerdasan, kepribadian,  bakat, motivasi, metode belajar, serta sikap dan kebiasaan belajar, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi belajar pada individu yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Semiawan (1997: 209) menyebutkan bahwa underachievement adalah kinerja yang secara signifikan berada di bawah potensinya. Dan Makmun (2001: 274) juga mengungkapkan bahwa yang dimaksud  underachiever adalah mereka yang prestasinya ternyata lebih rendah dari apa yang diperkirakan berdasar hasil tes kemampuan belajarnya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka kita dapat menyimpulkan  bahwa siswa underachiever adalah siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi, namun tingkat prestasi akademiknya tidak sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimilikinya. Siswa underachiever memiliki kesenjangan antara skor tes intelegensi dengan skor hasil belajar siswa di sekolah yang diukur dengan tingkatan kelas dan hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru. Sebagai contoh siswa yang mempunyai tingkat IQ 120, ternyata nilai yang diperoleh hanya 6. Siswa tersebut dikategorikan underachiever karena prestasi belajarnya di bawah standar nilai.

2.        CIRI – CIRI
Underachiver banyak dialami oleh siswa berbakat akademik. Mereka menunjukan prestasi yang tidak sesuai dengan tingkat (IQ) yang sebenarnya.
Pengklasifikasian IQ dalam penelitian ini berdasarkan pada tes intelegensi ”Wechsler Intelligence Scale for Children” yang sering dikenal tes intelegensi WISC. Tes intelegensi ini merupakan perkembangan dari tes integensi ”Wechsler Bellevue Intelligence Scale yang diciptakan David Wechsler pada tahun 1939. Distribusi IQ yang gunakan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Distribusi IQ
IQ
KLASIFIKASI
> 130
Sangat Superior
120 – 129
Superior
110 – 119
Rata-rata Tinggi
90 – 109
Rata-rata
80 – 89
Rata-rata Rendah
70 – 79
Batas Lemah Mental
≤ 69
Lemah Mental
Sumber: Walgito, 1992: 152
Berdasarkan penilaian sistem belajar tuntas, maka siswa dikatakan lulus jika memperoleh nilai 6 pada skala 0-10 atau 60 pada skala 0-100. Siswa berbakat akademik seharusnya tidak cukup hanya memperoleh nilai minimal kelulusan. Mereka hendaknya mampu berprestasi sesuai dengan tingkat IQ yang tinggi. Peneliti membandingkan prestasi siswa dengan hasil tes IQ untuk mengidentifikasi underachiever. Batasan yang digunakan peneliti terangkum pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2
Pedoman Pengkategorian Underachiever
NO
IQ
KLASIFIKASI
PRESTASI MINIMAL
1
> 130
Sangat Superior
9
2
120 – 129
Superior
8
3
110 – 119
Rata-rata Tinggi
7
4
90 – 109
Rata-rata
6
5
80 – 89
Rata-rata Rendah
6
70 – 79
Batas Lemah Mental
7
≤ 69
Lemah Mental

Seseorang yang mengalami underachievement pada umumnya menunjukan karakteristik yang berbeda dengan lainnya. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai karakteristik underachiever.
Menurut Clark (1992: 471) ada beberapa karakeristik yang ditunjukan siswa underachiever, yaitu sebagai berikut:
1)      Menunjukan prestasi yang berlawanan dengan harapan atau potensi yang dimilikinya.
2)      Merasa tidak senang dengan sekolah atau gurunya dan cenderung bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap sekolah.
3)      Kurang termotivasi untuk belajar, tidak mengerjakan tugas, sering mengantuk ketika belajar dan tidak tuntas dalam mengerjakan tugas.
4)      Kurang mampu melakukan penyesuaian intelektual.
5)      Merasa kurang bersemangat, kurang tegas dan sering ribut di kelas.
6)      Memiliki disiplin yang rendah, sering telat sekolah, enggan mengerjakan tugas, sering ribut, dan mudah terpengaruh.
7)      Tidak memiliki hobi atau minat terhadap kegiatan untuk mengisi waktu luang.
8)      Takut ujian dan berprestasi rendah.

Rimm dan Whitmore (Munandar, 2002: 338; Sulistiana, 2009) mengungkapkan karakteristik siswa underachiever adalah sebagai berikut:
1)        Karakteristik primer: rasa harga diri yang rendah, karakteristik yang paling sering ditemukan secara konsisten pada siswa underachiever adalah rasa harga diri yang rendah. Mereka tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki dan merasa tidak mampu melakukan apa yang menjadi harapan orang tua dan guru terhadap mereka.
2)        Karakteristik sekunder: perilaku menghindar. Rasa harga diri yang rendah mengakibatkan perilaku menghindar yang non produktif baik di sekolah maupun di rumah. Misalnya, siswa underachiever menghindari upaya berprestasi dengan menyatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang tidak ada gunanya. Dengan perilaku menghindar mereka melindungi diri dari pengakuan bahwa mereka tidak mampu. Perilaku yang muncul dalam perilaku menghindar tersebut diantaranya adalah menyalahkan sekolah untuk menghindari tanggung jawab mereka untuk berprestasi.
3)        Karakteristik tersier. Karena siswa underachiever menghindari usaha dan prestasi untuk melindungi rasa harga diri mereka yang rentan, maka timbul karakteristik tersier berupa kebiasaan buruk yang diperlihatkan di sekolah.
Delisie (1992) (Sulistiana, 2009) mengungkapkan secara jelas mengenai karakteristik tersier siswa underachiever sebagai berikut:
a)      Menemukan secara berulang-ulang adanya konsep diri yang rendah terutama pada aspek eveluasi diri, memiliki rasa inferior yang ditunjukan dengan bentuk ketidakpercayaan, kurangnya perhatian, dan sesekali memperlihatkan permusuhan terhadap orang lain.
b)      Sering merasa ditolak oleh keluarga dan merasa orang tua tidak puas terhadap mereka.
c)      Karena rasa tidak percaya, mereka tidak bertanggung jawab terhadap perilakunya, dan tidak dapat keluar dari konflik atau masalah.
d)     Memperlihatkan tanda permusuhan terhadap figur orang dewasa yang berwibawa dan dipercayai masyarakat.
e)      Menantang pengaruh yang diberikan guru atau orang lain.
f)       Merasa menjadi korban.
g)      Tidak menyukai sekolah dan guru serta memiliki sikap negatif terhadap sekolah.
h)      Memperlihatkan sikap sukarelawan.
i)        Memiliki motivasi dan keterampilan akademik yang lemah atau kurang.
j)        Cenderung memiliki kebiasaan studi yang jelek, kurang dalam pengerjaan tugas rumah, dan meninggalkan pekerjaan sebelum selesai.
k)      Kurang dalam penyelesaian intelektual.
l)        Berpegang teguh pada status kepemimpinan yang rendah dan kurang populer di kelas.
m)    Kurang memiliki kematangan dalam belajar.
n)      Memperlihatkan penyesuaian diri yang rendah dan mengeksperesikan perasaan secara terbatas.
o)      Tidak memiliki minat, hobi, dan kreativitas yang dapat digunakan dalam mengisi waktu luang.
p)      Sering menunjukan nilai tes yang jelek.
q)      Cenderung memiliki aspirasi yang rendah dalam belajar dan tidak memiliki pendapat yang jelas mengenai tujuan pekerjaan.
r)       Tidak mampu berfikir dan merencanakann masa depan.

Selain itu ada karakteristik lain yang menunjukkan bahwa siswa tesebut tergolong siswa underachiever, yaitu:

1)        IQ lebih tinggi dari prestasi
2)        Prestasi inkonsisten: kadang bagus, kadang tidak
3)        Tidak menyelesaikan Pekerjaan rumah
4)        Rendah diri
5)        Takut gagal (atau sukses)
6)        Takut menghadapi ulangan
7)        Tidak punya inisiatif
8)        Malas, bahkan depresi
9)        Memiliki self esteem yang rendah, kurang merasa berharga untuk tampil diantara teman-teman atau keluarganya
10)    Memiliki konsep diri yang tidak realistis, kadang merasa sebagai anak yang gagal atau tidak berguna
11)    Menghindari komunikasi, menghindari risiko, tidak berdaya (menunggu diajak orang lain)
12)    Pasif, taat hanya sekedarnya saja
13)    Agresif, memberontak
14)    Menolak perintah atau instruksi dari tokoh otoritas (orangtua, guru dan lain-lain)
15)    Menyalahkan orang lain kalau ada masalah
16)    Kurang konstruktif dalam kelompok
17)    Tidak punya tokoh identifikasi, tidak punya teman dekat
18)    Kurang fleksibel, sering ‘mentok’, kreativitas rendah

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria utama dari underachiever yaitu adanya kesenjangan antara prestasi dengan kemampuan IQ. Prestasi belajar yang diperoleh secara nyata berada di bawah standar minimal yang seharusnya dicapai dengan tingkat IQ tertentu. Selain itu underachiever menunjukan karakter pribadi yang cenderung perfectionis, terlalu sensitif, kurang percaya diri, dan kurang berminat terhadap aktifitas sosial. Underachiever lebih senang melakukan kegiatan sendiri daripada berkelompok. Berkaitan dengan kegiatannya di sekolah, underachiever menunjukan sikap negatif terhadap kegiatan sekolah. Kurang konsentrasi ketika belajar, menghindari pekerjaan sekolah, disiplin rendah, dan kurang berminat dengan kegiatan yang diselenggarakan sekolah merupakan beberapa karakteristik underachiever jika dilihat dari sudut pandang sekolah.

3.        GEJALA
Gejala underachiever muncul terutama ketika angka mulai mendekatiangka 6 tahun. Ketika mulai terlibat kompetisi. Gejala-gejala anak underachiever dalam kegiatan pembelajaran yang sering dijumpai adalah: Emosional, anak underachiever lebih sering tersinggung jika ada perkataan yang menurutnya kurang sesuai dengan dirinya. Ia lebih suka menyendiri, pendiam dan bersifat acuh tak acuh terhadap teman-temannya. Raut wajahnya menunjukkan ketidak ceriaan karena ia merasa tertekan. Entah karena masalah keluarga ataupun prestasi akademik. Anak merasa rendah diri. Perasaan tidak berharga menurunkan motivasi anak. Anak merasa tidak berdaya berhadapan dengan lingkungannya. Ia merasa tidak berharga, tidak bisa belajar apa-apa bahkan tidak berani menginginkan sesuatu. Ia hanya berani menginginkan target di bawah potensi sesungguhnya yang ia miliki. Ia juga takut ketahuan bahwa ia tidak mampu atau tak berguna. Maka ia lebih suka menarik diri daripada menempuh risiko gagal dalam mencoba kemampuannya.
Konflik nilai juga bisa membuat anak rendah diri, misalnya anak yang kreatif, eksentrik, easygoing, merasa dirinya unik, bisa-bisa merasa bersalah dan tidak berguna dihadapan orangtuanya yang rapi, konservatif dan hanya menghargai prestasi akademik. Akhirnya anak menyalahkan dirinya sendiri lalu mencari teman di luar rumah dan mencari kepuasan dari aktifitas yang justru tidak diharapkan orangtuanya.
Menurut pandangan Montgomery seperti dalam jurnal Westminster Institute of Education, seorang anak dapat dikatakan underfunctioning bila memiliki beberapa indikator yang ada di bawah ini, yaitu:
a)      Suka melamun atau mengkhayal di dalam kelas.
b)      Penyendiri dan menarik diri dari keramaian. Mereka tampak tidak menginginkan teman. Bahkan mungkin, underachievers lainnya terlihat angkuh dan mudah marah, dan terkadang memulai perkelahian.
c)      Menolak untuk menuliskan apa pun.
d)     Terlalu kasar dan kaku dalam bergaul.
e)      Adanya ketidakmampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan sosial dengan teman sebaya.
f)       Adanya ketidakmampuan untuk menghadapi kegagalan.
g)      Adanya ketakutan dan menghindar dari kesuksesan.
h)      Kurang mampu untuk menggali pengetahuan yang dalam tentang diri dan orang lain.

Perilaku anak underachiever di sekolah, seperti:
·           Bersikap negatif terhadap sekolah
·           Berkata kalau ia bosan belajar
·           Tugas-tugasnya tidak selesai
·           Tidak pernah puas dengan hasil kerjanya (perfeksionis)
·           Mudah terganggu konsentrasinya
·           Mempunyai masalah disiplin – berkeliling kelas, terlambat, mengganggu kelas
·           Menyalahkan guru atau teman kalau ada masalah
·           Prestasi akademiknya rendah
·           Tidak punyai target, ambisinya kurang
·           Berteman dengan siswa lain yang juga tidak puas

4.    MASALAH


5.    METODE
Ada beberapa diagnostik penanganan anak underachiever, yaitu:
a)         Kebutuhan, Potensi, Minat, Bakat, dan Masalah Anak Underachiever dalam Kegiatan Pembelajaran
Kebutuhan anak underachiever antara lain: anak diberikan kebebasan untuk mengeksplor bakat dan minatnya sesuai dengan kemampuan dirinya. Orangtua hanya memberikan pengarahan, jangan menuntut anak jika di luar kemampuannya. Apapun prestasi anak, orangtua harus percaya kepada anak (bahwa ia mampu dan telah berusaha maksimal), menghargainya (bahwa ia telah berusaha, terlepas ia berhasil atau gagal. Jangan sekali-kali berkata kasar atau melecehkan. Anak juga diberikan motivasi, ditanggapi keluhannya, misalnya ketika ia meragukan kemampuannya, kita bisa memberinya motivasi: "Insya Allah kamu bisa". Tekankan bahwa yang paling penting adalah berusaha semaksimal mungkin, gagal itu merupakan hal yang bukan tidak diperbolehkan tetapi pantang untuk berputus asa.
Potensi/minat anak underachiever antaralain: anak yang kreatif, memiliki kompetensi yang tinggi, dan memiliki kemampuan matematis yang sangat tinggi.
Bakat anak underachiever antaralain: menjadi seorang penulis, melihat dari ciri-ciri anak underachiever yang cenderung pendiam, jadi dia bisa mengungkapkan apa yang dia rasakan lewat tulisan. Selain itu anak underachiever berbakat untuk pekerjaan yang berada dibalik layar. Anak underachiever bisa menjadi apapun yang orangtua mereka inginkan.

b)        Pertumbuhan dan perkembangan anak underachiever di lingkungan sekolah

·         Guru senantiasa memonitor perkembangan prestasi anak.
·         Guru ikut menyadari adanya masalah underachievers ini, dan guru melakukan usaha untuk mengarahkan, memberikan motivasi, dan memberikan perhatian.
·         Pastikan anak bisa mengikuti kelas bimbingan konseling individual/kelompok   jika diperlukan.
·         Guru perlu kreatif, menggunakan media ataupun metode pembelajaran yang menarik, merancang pembelajaran yang menantang, bermakna secara personal, dan rewarding untuk anak yang disesuaikan dengan permasalahan spesifik anak. Karena upaya ini merupakan suatu hal yang patut dan berharga dibangun untuk mengoptimalkan prestasi anak, baik secara akademik maupun non akademik sesuai bakat dan minat anak.
·         Sekolah menyediakan berbagai fasilitas sesuai kebutuhan anak, misalnya anak suka olah raga maka disediakan berbagai permainan olahraga..
·         Disediakan buku-buku bacaan, karena anak underachiever kurang bisa bergaul dengan teman-temannya, maka buku-buku yang ada di sekolah bisa membantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.
·         Arena bermain yang sesuai dengan minat anak.
·         Untuk meningkatkan kreativitas anak diberikan kegiatan kreatif, seperti main musik, menyanyi, olah raga, menari, dan sebagainya. Guru dan orang tua harus menghargai bakat dan minat anak. Segala yang ingin diketahui anak jangan diabaikan dan dibebaskan mengembangkan kreativitasnya.

c)         Bimbingan kelompok bagi anak underachiever
·         Diberikan tugas kelompok untuk memecahkan suatu masalah, guru memonitor, membimbing siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut. Di sini siswa underachiever bisa berkelompok dengan teman-temannya, guru memantau kegiatan siswa supaya tidak ada keinginan anak underachiever untuk menyendiri atau meninggalkan kelompoknya
·         Percobaan, anak diberikan bimbingan melalui percobaan untuk melakukan suatu penelitian, jadi siswa ada kegiatan, bisa aktif, tidak melamun sesuai gejala anak underachiever.
·         Bimbingan narkoba, anak underachiever yang merasa tertekan menginginkan untuk lari dari tekanan, di rumah ia merupakan anak yang pasif dan penurut terhadap perintah orangtua, namun di luar dia justru melakukan hal yang tidak dikehendaki orangtua. Untuk itu diperlukan bimbingan narkoba untuk mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan.
·         Bimbingan kenakalan remaja, bimbingan kenakalan remaja juga perlu diberikan karena tidak hanya dari faktor keluarga saja melainkan dari pengaruh pergaulan teman anak bisa menjadi lupa diri.

d)        Melengkapi Rencana-rencana yang Telah Dirumuskan Anak Underachiever
Untuk menghilangkan rasa jenuh siswa, rasa tertekan siswa, guru dan siswa perlu membuat rencana untuk merefresh pikiran siswa antaralain dengan: Karyawisata berbasis penelitian, untuk mengenalkan anak terhadap alam, pembelajaran yang konkret, karyawisata di sini bertujuan untuk mengakrabkan siswa underachiever dengan anak-anak lain.
Selain itu, perlu diadakan perombakan strategi pembelajaran disesuaikan dengan bakat dan minat siswa. Guru perlu bekerjasama dengan siswa mengenai strategi pembelajaran yang bagaimana yang disukai siswa, memotivasi untuk giat belajar, tidak membosankan dan penuh rasa kekeluargaan.
Perlu sesekali sekolah mengadakan kegiatan jalan santai atau kegiatan bakti lingkungan, untuk melatih siswa bersosialisasi dengan masyarakat.
Diadakan lomba-lomba, jadi pertumbuhan dan perkembangan anak berkembang, merasa harus mengembangkan kemampuannya tanpa harus merasa tertekan.
Outbond atau diadakan games, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen, memungkinkan adanya kerjasama, kekompakan kelompok, memungkinkan anak yang underachiever merasa ceria.

e)         Melaksanakan Pengajaran Sesuai dengan Kebutuhan Anak Underachiever
Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh para peserta didik disekolah, merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang serius dikalangan para pendidik. Dikatakan demikian, karena kesulitan belajar yang dialami para peserta didik di sekolah akan membawa dampak negatif baik terhadap diri siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungannya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengajaran yang sesuai dengan anak underachiever.
Pengajaran dapat dilakukan dengan memunculkan rasa keingintahuan anak dan mengajukan pertanyaan yang memancing rasa keingintahuan siswa kemudian bersama-sama mencari jawaban, sehingga belajar kegiatan itu terasa menyenangkan. Lontarkan saja pertenyaan pada diri sendiri, dan biarkan anak ikut mendengarkan dan terangsang rasa ingin tahunya, mengapa dan bagaimana cara kerja sesuatu (yoyo yang sedang dimainkan anak, juicer di dapur, hujan turun dari langit dsb).
Biasakan secara bersama mencari jawaban dari buku. Jadi secara tidak langsung anak mendapatkan bekal bagaimana caranya belajar aktif dan menyenangi kegiatan belajar. Motivasi belajar akan bangkit dan terpelihara dalam dirinya karena anak merasakan sendiri manfaatnya.
Anak underachiever kemungkinan adalah anak yang kreatif, sangat verbal, dan memiliki kemampuan matematis yang sangat tinggi. Meskipun begitu, dengan bakat yang dia dimiliki, anak yang tergolong underachiever tidak sesukses anak-anak lain di sekolahnya. Underachievement dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan atau kegagalan untuk menampilkan tingkah laku atau prestasi sesuai usia atau bakat yang dimiliki anak, potensi si anak tidak terpenuhi (unfulfilled potentials).
Untuk mengembangkan kretaivitas anak usia sekolah dasar, Dr. David George menyarankan beberapa kegiatan kreatif yang dapat dilakukan di waktu senggang di rumah, antara lain: (a) Main catur untuk melatih logika; (b) Main scrabble dengan memakai kosakata; (c) Membuat rencana perjalanan dan menyebutkan masalah yang mungkin akan terjadi. Anak diminta memecahkan masalahnya; (d) Mengisi teka-teki silang (TTS); (e) Mendiskusikan acara TV yang menarik.

f)         Mengumpulkan Data dan Informasi Tentang Anak Underachiever dalam Kegiatan Belajar
Data dan informasi yang perlu dikumpulkan dapat berupa apa saja mengenai siswa underachiever, misalnya tentang kesulitan belajar. Untuk mengetahui siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah dengan mendeteksi hasil dan proses belajarnya dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut (Syamsudin, 2005: 312- 313)
§ Menetapkan angka nilai kualifikasi minimal yang dapat diterima sebagai batas lulus
§ Membandingkan angka nilai (prestasi) dari setiap siswa dengan angka nilai batas lulus tersebut.
§ Menghimpun semua siswa yang angka nilai prestasinya dibawah nilai batas lulus tersebut.
§ Mengadakan prioritas layanan kepada mereka yang diduga paling berat kesulitnnya atau paling banyak membuat kesalahan, seyogyanya dibuat membuat ranking
Data dan informasi yang diperoleh guru bimbingan dan konseling melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berpresatasi rendah itu dapat diketahui secara pasti. (Syah, 2006:108)
Adakalanya, siswa menjadi kasus belajar berdasarkan analisis prestasi (nilai) belajarnya juga menjadi kasus di dalam hasil analisis terhadap catatan proses belajarnya. Kalau hal itu terjadi, indikator menggambarkan secara logis dapat dipahami kalau seorang siswa mendapat kesulitan dalam proses belajarnya, sehingga hasil belajarnya kurang memadai. Mekipun demikian hal serupa tidak selalu benar.
Mungkin saja seorang siswa dilihat dari segi nilai prestasinya tinggi tetapi ia merupakan siswa yang terisolasi didalam kelasnya. Begitu juga sebaliknya siswa dilihat dari segi nilai prestasinya rendah tetapi dari segi IQ ia tergolong tinggi, hal-hal seperti inilah yang membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang jenis dan penyebab dari kesulitan belajar siswa.

g)        Melaksanakan kontak dengan masyarakat, terutama dengan orang tua/wali anak, antara lain dengan mengadakan kunjungan rumah (homevisit)
Guru dapat melakukan kunjungan secara berjangka/secara periodik ke rumah-rumah siswa untuk mengetahui keadaan dan kegiatan siswa. Wawancara dengan orangtua membantu untuk menemukenali pula berprestasi kurang yang nyata di rumah dan di sekolah. Sebaiknya kedua orangtua di wawancara, tetapi hanya satu yang dapat hadir, perlu dipertanyakan mengenai hubungan orangtua yang tidak hadir itu dengan anak. Secara keseluruhan, analisis dari kemampuan anak dan sejauh mana lingkungan rumah dan sekolah memperkuat pola berprestasi kurang, penting untuk langkah kedua dari program mengatasi Underachiever.
Komunikasi antara orang tua dan guru yang merupakan komponen penting untuk mengatasi/mengurangi Underachiever. Komunikasi dapat dengan membicarakan perkembangan belajar siwa, dalam hal ini tidak boleh saling menyalahkan, melainkan harus mencakup diskusi tentang yang dinilai, dan kemajuan belajar yang dievaluasi baik formal maupun informal dengan memperhatikan pernyataan ketergantungan atau penguasaan siswa. Komunikasi ini harus jelas, jangan sampai komunikasi itu tidak dipahami orang tua sehingga jatuh kembali dalam pola masalah.(Semiawan, 1997: 215).

h)        Melaksanakan konseling terbatas mengingat hubungan yang baik dapat terjalin dengan mudah antara guru dan siswa

Peserta didik underachiever, di pandang sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar di sekolah, karena secara potensial mereka memiliki kemungkinan untuk memperoleh prestai belajar yang tinggi. Keadaan ini biasanya di latar belakangi oleh aspek-aspek motivasi, minat, sikap, kebiasaan belajar, dan sebagainya.
Orang yang mengalami kesulitan belajar ini kemungkinan akan mengalami kegagalan yang berturut-turut dalam proses akademiknya dan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Menderita kesulitan belajar seperti ini, atau hidup bersama dengan mereka, akan menimbulkan rasa frustasi yang luar biasa (Wood, 2005: 18). Hal inilah yang mendorong adanya korelasi antara guru dan siswa dalam keberhasilan proses belajar mengajar, untuk memahami karakter ataupun kepribadian siswa, maka seorang guru harus sering berinteraksi dengan siswa sehingga dapat membantu masalah yang sedang dihadapi oleh siswa. Karena dalam keadaan seperti itu, individu di tuntut untuk mampu menghadapi berbagai masalah seperti kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), perencanaan dan pemilihan pendidikan, perencanaan dan pemilihan pekerjaan, masalah hubungan sosial, keluarga, masalah-masalah pribadi dan lain sebagainya. Tidak semua individu mampu mengatasi masalahnya sendiri.
Dalam keadaan seperti itu ia perlu mendapatkan bimbingan (bantuan) dari orang lain (Tohirin, 2007: 3).”Menurut Tolbert, Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antar dua orang yang mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya menyediakan situasi belajar, yang mana dalam hal ini seseorang dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilkinya demi mensejahterakan pribadi maupun mayarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.” (Tohirin, 2007: 101).
Dengan adanya layanan Bimbingan Koseling diharapkan dapat mengatasi segala bentuk permasalahan yang dihadapi oleh siswa atau paling tidak dapat mengarahkan penyesuaian yang salah menuju penyesuaian yang benar baik secara internal maupun eksternal yang dialami siswa.

i)          Memberikan pelayanan rujukan, yaitu melimpahkan anak kepada orangtua yang lebih kompeten untuk mendapatkan bantuan yang tepat.
Untuk menetapkan usaha bantuan harus berdasarkan hasil analisis diagnostik, sehingga dapat menentukan bidang kecakapan bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang kecakapan ini dapat dikategorikan menjadi tiga macam (Syah, 2006: 176) :
Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri.
• Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua.
• Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani oleh guru maupun orang tua.
Selanjutnya, untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai alternatif-alternatif kiat pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai bimbingan dan konseling. Selai itu, guru juga dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar yang dianggap sesuai sebagai alternatif lain atau pendukung cara memecahkan masalah kesulitan belajar (Syah, 2006: 178)
v Langkah Pelaksanaan Bantuan Atau Bimbingan
1)      Assesmen (penilaian) kemampuan anak dan kemungkinan penguatan.
a)         Memberikan tes intelegensi individual. Selama pengetesan, pemeriksa harus waspada terhadap karakteristik khusus pada anak yang berkaitan dengan tugas seperti ketegangan, perhatian, ketekunan, keuletan dalam mengerjakan tugas, respons terhadap frustasi, cara pemecahan masalah, dan respons terhadap dorongan dari pemeriksa.
b)        Memberikan tes prestasi individual yang menunjukkan kekuatan dan kelemahan dalam keterampilan dasar, terutama membaca dan matematika.
c)         Memberikan tes kreativitas dan inventori yang diberikan oleh psikolog. Disamping skor berpikir kreatif diperoleh gambaran mengenai ciri-ciri afektif (sikap) yang berkaitan dengan kreativitas, seperti kemandirian, kepercayaan diri, dan pengambilan risiko, untuk lebih memahami terjadinya Underahiever.
d)        Wawancara dengan orangtua membantu untuk menemukenali pula berprestasi kurang yang nyata di rumah dan di sekolah.

2)      Modifikasi penguatan di rumah dan sekolah.
Berdasarkan analisis perilaku anak dan wawancara orangtua pada langkah pertama dapat ditemukan kenali keadaan di rumah dan sekolah yang menyebabkan anak berprestasi kurang. Perilaku anak perlu diubah dengan menentukan tujuan jangka panjang dan beberapa sasaran jangka pendek yang menjamin anak mengalami keberhasilan langsung, meskipun kecil baik di rumah maupun di sekolah.
Pengalaman keberhasilan ini perlu diperkuat dengan panghargaan atau hadiah yang tidak perlu mahal. Hadiah itu harus berarti atau bermakna bagi anak. Hadiah yang efektif dan sesuai dengan sistem nilai orangtua dan kemungkinan diberikan oleh guru adalah misalnya, waktu bebas. Hadiah itu hendaknya tidak besar, tetapi efektif untuk memotivasi perilaku.

3)      Mengubah harapan orang yang penting.
Bagi anak berprestasi kurang sangat penting bahwa orangtua dan guru dengan jujur dapat mengatakan bahwa mereka percaya akan kemampuan anak untuk berprestasi. Harapan dari orangtua yang berarti bagi anak sangat penting untuk mengubah harapan diri anak dari seorang yang kurang berprestasi menjadi berprestasi tinggi.
Kadang-kadang, mengubah lingkungan sekolah anak merupakan cara yang efektif. Sebelum melakukan hal ini, kita harus yakin bahwa perubahan lingkungan sekolah akan bermakna. Jika anak berbakat luar biasa dihambat dalam lingkungan sekolah yang hanya menentukan tujuan dan harapan yang rata-rata, sering anak dapat mengubah pola prestasinya jika ditempatkan di dalam lingkungan yang menghargai dan mengharapkan prestasi tinggi. Namun, bagi kebanyakan anak lebih realistis untuk mencoba mengubah harapan di sekolah.

4)      Identifikasi model.
Menemukan model identifikasi bagi anak berprestasi kurang sangat penting melebihi upaya treatment lainnya. Anak berbakat berprestasi kurang, memerlukan tokoh yang berhasil dan berprestasi sebagai model. Sebaiknya model itu memiliki karakteristik sebagai berikut:
·           Kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap anak.
·           Jenis kelamin yang sama.
·           Kesamaan dengan anak, misalnya dalam agama, minat, talenta, latar belakang ekonomi, pengalaman masalah khusus, dan sifatsifat lain yang sama sehingga memudahkan identifikasi.
·           Keterbukaan, kesediaan model untuk berbagi pengalamannya, kesulitan yang pernah dialami, dan cara mengatasinya sehingga mencapai prestasi tinggi sehingga memotivasi anak untuk berprestasi.
·           Kesediaan untuk memberi waktu, agar efektif dan positif, model harus dapat menyediakan waktu, apakah itu waktu kerja atau waktu senggang. Jika anak dapat melihat model ketika bekerja, melihat sifat dan sikap model dalam menghadapi tantangan, menang dan kalah dalam kompetisi, gaya penalaran, kepemimpinan, bagaimana berkomunikasi dengan orang lain, pengalaman keberhasilan dan kekalahan, anak akan belajar bersikap dan keterampilan yang perlu untuk berhasil.
·           Rasa kepuasaan, model menunjukkan kepada anak bahwa prestasi yang dihasilkan memberi kepuasaan pribadi. Prestasi menuntut pengorbanan dan penundaan kepuasaan yang segera.

5)      Mengoreksi keterampilan yang kurang.
Memperbaiki kekurangankekurangan akademis perlu dilakukan dengan tepat sehingga :
(a) anak dapat belajar mandiri,
(b) anak tidak dapat memanipulasi tutor,
(c) anak melihat hubungan antara usaha dan prestasi.
Whitmore menyarankan strategi remedial untuk memperbaiki prestasi akademis siswa dalam bidang di mana ia mengalami kesulitan belajar, mengalami kegagalan, dan menjadi tidak bermotivasi untuk melakukan tugas-tugas belajar.

6)      Komunikasi.
Komunikasi antara orang tua dan guru yang merupakan komponen penting untuk meremidi prestasi belajar kurang. Komunikasi ini tidak boleh saling menyalahkan, melainkan harus mencakup diskusi tentang yang dinilai, dan kemajuan belajar yang dievaluasi baik formal maupun informal dengan memperhatikan pernyataan ketergantungan atau penguasaan anak. Komunikasi ini harus jelas, jangan sampai komunikasi itu tidak dipahami orang tua sehingga jatuh kembali dalam pola masalah (Semiawan, 1997: 215)

PENCEGAHAN
Untuk mencegah anak menjadi underachiever, beberapa upaya bisa dilakukan, yaitu:
1)      Terima anak apa adanya dan beri suport
Sejak dini, anak perlu sering-sering ditanggapi keluhannya, misalnya ketika ia meragukan kemampuannya, anda bisa mengatakan: "Insya Allah kamu bisa". Tekankan bahwa yang paling penting adalah berusaha semaksimal mungkin, gagal itu merupakan hal yang bukan tidak diperbolehkan tetapi pantang untuk berputus asa.
2)      Anda juga perlu bersikap konsisten
Jangan menuntut anak di luar kemampuannya. Apapun prestasi anak, orangtua harus percaya kepada anak (bahwa ia mampu dan telah berusaha maksimal), menghargainya (bahwa ia telah berusaha, terlepas ia berhasil atau gagal, kehadiran anak tetap merupakan karunia bagi orangtua), dan mendengarkan apa yang disuarakan anak. Jangan sekali-kali berkata kasar atau melecehkan.
3)      Target yang realistik
Tetapkanlah target yang menurut perkiraan anda sesuai dengan anak. Jangan terlalu berlebihan berharap anak akan cepat mengatasi masalahnya. Semua itu harus melalui suatu proses.
4)      Kuasai seni menuntut.
Perhatikan kesiapan anak untuk mengerjakan tugas baru, sehingga dimungkinkan mereka dapat berprestasi optimal. Tugas yang terlalu mudah tidak akan menantang anak untuk menunjukkan kemampuannya. Sebaliknya kegagalan yang terus menerus (karena target terlalu tinggi) akan membunuh motivasi anak untuk berprestasi. Menetapkan target yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah merupakan seni tersendiri.
5)      Belajar menunda kepuasan jangka pendek
Setelah anak berusia 5 tahun, ia mulai bisa mengenal target jangka panjang dan jangka pendek; serta mengenal kepuasan jangka panjang dan jangka pendek. Ajari dan dorong anak untuk menunda kepuasa-kepuasan jangka pendeknya demi mendapatkan kepuasan jangka panjang atau kepuasan yang lebih besar. Misalnya, "Yuk, kita menghapal Al-Qur’an ayat demi ayat, lalu surat demi surat, kalo sudah hapal beberapa surat pendek sholatmu bisa lebih khusyu’."
6)      Ajari dan beri contoh untuk belajar aktif memecahkan masalah
Ajari anak bahwa rasa ingin tahu itu menggairahkan, mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya itu mengasyikkan, sehingga belajar itu kegiatan yang menyenangkan. Lontarkan saja pertenyaan pada diri sendiri, dan biarkan anak ikut mendengarkan dan terangsang rasa ingin tahunya, mengapa dan bagaimana cara kerja sesuatu (yoyo yang sedang dimainkan anak, juicer di dapur, hujan turun dari langit dsb).
Biasakan secara bersama mencari jawaban dari buku. Jadi secara tidak langsung anak mendapatkan bekal bagaimana caranya belajar aktif dan menyenangi kegiatan belajar. Motivasi belajar akan bangkit dan terpelihara dalam dirinya karena anak merasakan sendiri manfaatnya.
7)      Beri ‘imbalan’ bila anak menunjukkan prestasi besar
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa prestasi akademik dan kepribadian yang positif (misalnya konsep diri yang positif, merasa berfungsi secara efektif) terkait erat dengan kondisi rumah. Anak yang selalu dihargai karena prestasinya umumnya akan lebih termotivasi untuk berprestasi. Anak underachever biasanya kurang memiliki tanggungjawab atas dirinya sendiri, termasuk prestasinya. Sistem imbalan akan membantu membangkitkan rasa tanggung jawab ini. Tugas orangtua adalah menemukan imbalan apa yang efektif bagi anak. Ada yang senag dengan pujian tetapi ada yang pada awalnya memerlukan imbalan yang lebih konkret, misalnya tambahan pensil baru, meja belajar baru atau sekedar ciuman di pipi.
Apabila anak sudah terlanjur underachiever, ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu:
Pertama, gunakan sistem imbalan yang efektif. Efektifitas ini tergantung akurasi informasi prestasi anak di kelas. Karena itu orangtua harus sesering mungkin berkonsultasi dengan guru,
Kedua, ajari anak strategi untuk membangkitkan motivasi. Selain imbalan yang diterimanya, ajari anak untuk mencari imbalan kepada dirinya sendiri. Misalnya setelah mengerjakan PR ia boleh main komputer atau naik sepeda.
Mengingat gangguan underachiever ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak, sebaiknya kita sesegera mungkin mengatasinya. Mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Karena itu, kenalilah putera-puteri kita sebaik mungkin dan bergaullah sedekat mungkin. Bukan tak mungkin, karena didera kesibukan, tahu-tahu kita telah mendapatkan mereka sudah beranjak dewasa dan kita menyesal karena kehilangan masa-masa emas bersama mereka. Menyesal kemudian tentu tidak berguna. 

3 comments:

Unknown mengatakan...

Bisa minta tolongkan menghadirkan daftar pustaka / refrensi buku bacaan , karena blog ini sangat bermanfaat :)

wongkene mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
wongkene mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar